Widget edited by super-bee

Sunday, February 17, 2013

Kurikulum 2013 Pasti Gagal


Kurikulum 1974 gagal.  Kurikulum 1984 gagal. Kurikulum 1994 gagal.  Kurikulum 2004 bahkan gagal dalam waktu singkat karena hanya dua tahun.  Kurikulum 2006 juga gagal.  Bagaimana dengan Kurikulum 2013?
Pasti tak enak membaca judul tulisan ini.  Tapi itulah fakta yang akan terjadi.  Bahkan bisa mencapai 99 persen, kemungkinannya. Apa pasal?
Pertama, salah sasaran.  Pemerintah seakan melihat kurikulum hanya sebagai dokumen alias kertas-kertas belaka.  Maka, perubahan Kurikulum pun seakan hanya dipahami sebagai utak atik dokumen.  Sehingga, saat dokumen itu berhasil digolkan, kurikulum sudah berhasil dibuat.
Padahal kurikulum harusnya lebih disasarkan pada pelaksanaannya di lapangan.  Siapa yang melaksanakan kurikulum? Bukan hanya guru.  Ini juga sering disalahpahami.  Dan terus disalahpahami.  Padahal, kepala sekolah ikut serta dalam keberhasilan sebuah kurikulum.  Padahal, pengawas sekolah juga akan mempengaruhi pelaksanaan kurikulum di sekolah.  Padahal, pejabat Dinas Pendidikan akan sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah kurikulum.  Padahal, orangtua juga akan mempengaruhi keberhasilan sebuah kurikulum.
Guru memang merupakan pelaksana yang berada paling depan.  Guru yang hebat akan tetap menghasilkan peserta didik yang hebat walau tanpa kurikulum sekalipun.  Tapi, guru yang jelek, tak akan bisa berbuat apa-apa walau di tangannya di kasih Kurikulum paling hebat sekalipun.  Maka, bukan omong kosong jika gurulah yang akan menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan kurikulum.
Guru-guru yang ada saat ini sangat bervariasi.  Dari segi pendidikan, semangat, dan temapt tinggal.  Dari segi pendidikan, guru-guru terbaik rata-rata mengajar di perkotaan.  Dari segi semangat, guru-guru muda lebih idealis.  Dan dari segi tempat tinggal, guru-guru daerah terpencil masih kurang mendapat pelatihan sehingga apa yang diajarkan kurang sesuai.  Bahkan ada berita tentang sekolah di pedalaman yang belum sempat menggunakan Kurikulum KTSP atau Kurikulum 2006.
Apa yang harsu dilakukan terhadap guru? Inilah fasal kedua.  Pemerintah menganggap, persoalan guru hanya dianggap persoalan pengetahuan tentang dokumen kurikulum.  Maka, jalan keluar yang dimajukan adalah pelatihan.  Betul, pelatihan berguna.  Tapi berapa persen bisa mengubah sikap atau paradigma seorang guru?  Sudah lama kita tahu, setiap kali usai pelatihan, guru akan kembali pada lagu lama.  Mengajar sesuai yang dilakukan sebelum pelatihan.  Karena mereka memang tak dilatih untuk berparadigma berbeda, tapi lebih pada pengetahuan kurikulum yang dikejar dalam pelatihan.  Lebih parah lagi, seperti sering penulis alami saat awal Kurikulum 2006, pelatihan hanya pada utak atik bikin persiapan pembelajaran (RPP).  Lebih menyakitkan lagi, saat pelatih hanya berkutak kutik pada apakah model RPP yang benar ada indikator KD atau harus ditambahi indikator soal tanpa perlu indikator KD.  Terus berulang-ulang, sampai kita yang dilatih bingung sendiri karena selesai pelatihan tak ada yang bisa mengubah paradigma kita.
Pelatihan harusnya mampu membedah sebuah kurikulum bukan hanya pada abjad a,b,c,d-nya belaka.  Pelatihan harus menukik pada filosofi sebuah kurikulum.  Sehingga, yang diubah bukan hanya kurikulum yang berbentuk dokumen tapi juga paradigma guru itu sendiri.
Belum lagi, problem kepala sekolah dan pengawas.  Saat pulang pelatihan, guru selalu dibuat tidak nyaman oleh sikap kepala sekolah yang kebanyakan tak peduli karena waktunya lebih banyak untuk utak atik APBS.  Sehingga sangat banyak guru yang semangatnya kurang akan putus di tengah jalan.  Untuk apa capai-capai kalau tak ada pengaruh apa-apa.  Bahkan kadang dibilang sok pinter segala.  Sehingga sangat perlu juga mengubah paradigma kepala sekolah.  Bagaimana dengan pengawas?  Ini juga lucu.  Siapa yang mau menjadi pengawas?  Mereka yang mau menjadi pengawas sering disebut sebagai mereka yang gagal menjadi kepala sekolah.  Daripada tak jadi apa-apa, tak apalah kalau jadi pengawas juga.  Sehingga pengetahuan mereka mungkin cukup sehingga lebih sering ngribetin guru soal RPP.  Lagi-lagi, RPP yang selalu diungkap.  Seakan-akan tugas pengawas sekolah hanya mengawasi RPP.  Sehingga guru juga lebih senang mengkopi paste RPP yang sudah dianggap baik oleh pengawas sehingga aman.
Kepala Dinas Pendidikan juga sangat perlu diberi pemahaman.  Mengapa?   Penulis pernah ikut pengarahan yang diberikan oleh seorang kepala dinas dalam rangka menghadapi UN.  Apa yang dikatakannya?  “Bapak/Ibu guru, mulai semester 6, Bapak/Ibu guru tidak usah mengajar materi lagi.  Fokuskan untuk menghadapi UN.  Tiru apa yang dilakukan Bimbel.  Sehingga kita bisa mendapat nilai UN yang lebih tinggi dari tahun lalu.  Masa, DKI tak bisa menjadi peringkat satu?”  Gila kan?  Masa Kepala Dinas menganjurkan sekolah untuk meniru Bimbel?  Masa Kepala Dinas justru mengarahkan kita untuk melupakan Kurikulum demi nilai UN?
Kemdikbud sudah menjadwalkan bahwa Kurikulum 2013 akan dilaksanakan mulai tahun 2013 ini.  Untuk SD, hanya sekolah tertentu.  Sedangkan untuk tingkat SMP dan SMA dilaksanakan untuk seluruh sekolah.  Bukan hanya itu, buku juga harus sudah siap pada pelaksanaan Kurikulum Juli Nanti.  Guru juga akan ditatar mulai April nanti selama sekitar 52 jam dan kemudian dilakukan pendampingan.
Apakah guru sudah siap jika hanya ditatar 52 jam?  Siap.  Pasti siap.  Tapi kalau ukurannya hanya membuat rencana pelaksanaan pembelajaran seperti selama ini dilakukan pemerintah.  Tapi, kalau bertujuan mengubah paradigma berpikir, seperti diharapkan dalam sebuah Kurikulum baru, maka harapan itu hanyalah harapan kosong.  Bukan hanya hasil akhirnya.  Pelaksaan pelatihannya saja pasti akan amburadul.  Mengingat pelaksanaan UKG yang hanya tes saja Kemdikbud kelabakan, gimana melakukan pelatihan secara masal?
Kan ada pendampingan?  Siapa yang akan melakukan pendampingan?  Jangan sampai nanti akan terjadi bentuk “tahu sama tahu” .  Maksudnya?  Pendamping tak pernah datang, hanya datang sekali untuk merapel tanda tangan.  Guru senang tak diawasi, sementara pendamping tak harus bolak balik ke pedalaman.  Tapi, ini banyak faktanya.
Kurikulum 2006 dilaksanakan setelah ada ujicoba.  Saya dilatih juga diajak ke sekolah uji coba.  Melihat kebaikan dan kekurangannya.  Itu pun baru banyak yang mulai memahami setelah 2 tahun pelaksanaan.  Terus bagaimana mungkin sekarang bisa lebih baik dengan waktu yang singkat.
Jangan-jangan, seperti kata teman, kurikulum baru ini dipaksa keluar karena ada banyak pihak yang butuh dana untuk pemilu 2014.  Kan anggarannya besar.  Lagi-lagi pendidikan harus dikorbankan oleh kepentingan politik.  Sehingga tak usah gusar kalau tulisan ini diberi judul Kurikulum 2013 Pati Gagal.  Karena dari awal memang didesain untuk gagal.  Biar bisa diganti lagi, paling tidak lima tahun atau sepuluh tahun lagi pada saat poltik memerlukan dana yang besar.
Tetap Optimis Demi Pendidikan Lebih Baik Negeri Tercinta Ini.
JIKA ADA LINK YANG RUSAK HARAP LAPORKAN KE fahwalrahman@gmail.com

Comments
0 Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes